Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Salah satu contoh kebijakan fiskal adalah pajak BBM. Yang sesungguhnya menjadi hak seluruh rakyat indonesia dan merupakan kewajiban bagi para pemakai BBM. 160 negara besar didunia telah menerapkan pola kebijakan pemasaran dan harga jual BBM dapat dibagi atas empat katagori model yaitu :
1. pola pajak BBM tinggi
2. pola pajak sedang
3. pola pajak rendah
4. pola subsidi
Biasanya negara yang menganut pola pajak BBM tinggi mempunyai sistim transportasi umum masal yang baik, efisien, ekonomis, nyaman dan aman seperti; di Eropa dan Jepang. Paling banyak negara didunia ini menerapkan pola pajak BBM sedang, hampir 55%, dengan pajak BBM antara US $ 0.20 s/d US $ 0.60 perliter. Alasannya adalah mencari keseimbangan antara pemakaian BBM yang kena pajak untuk pemakaian mobil pribadi dengan kendaraan umum dengan pajak rendah (subsidi), sehingga dapat menarik pajak pemakaian BBM yang optimum. Sedangkan pola subsidi hanya dianut oleh negara penghasil Migas yang besar, seperti negara Timur Tengah dan lainnya termasuk Indonesia meski bukan penghasil Migas besar.
Di Indonesia sendiri penggunaan kendaraan pribadi tergolong cukup tinggi. Meski pajak kendaraan bermotor telah diberlakukan, ternyata tidak membuat masyarakat mau menggunakan kendaraan umum. Tingkat kenyamanan dan keamanan lah yang membuat mereka lebih memilih kendaraan pribadi. Hal ini memberikan dampak kepada konsumsi BBM yang meningkat cukup tinggi. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah mencabut subsidi pada beberapa jenis BBM yang biasa digunakan oleh masyarakat kelas menengah dan atas dengan tujuan agar subsidi yang diberikan tepat sasaran yaitu masyarakat kurang mampu.
Namun harga BBM Non-subsidi khususnya Pertamax dan Pertamax Plus sejak awal tahun terus mengalami lonjakan hingga menembus angka Rp 9.250 per liter sedangkan untuk Pertamax Plus Rp 9.550 per liter. Pada Selasa 17 Mei 2011 dilaporkan bahwa harga minyak di pasar Asia sempat mengalami penurunan yaitu mendekati level US$97 per barel. Penurunan itu melanjutkan pelemahan yang terjadi dua pekan terakhir, dipicu kekhawatiran investor akan melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang diperkirakan menurunkan permintaan terhadap minyak mentah.
Meskipun dalam dua pekan terakhir harga minyak dunia mengalami penurunan. Hal ini lantas tidak membuat Pertamina kembali menurunkan harga. Kenaikan yang kian melambung, memicu masyarakat untuk beralih menggunakan BBM bersubsidi pemerintah yakni jenis premium. Hanya beberapa sepeda motor dan mobil yang masih menggunakan pertamax, tetapi sebagian besar memiliki voucher gratis Pertamina. Ada pula yang beralih pada pertamax perusahaan shell yang menjual dengan harga Rp 9.025 yang artinya terdapat perbedaan harga Rp 200.
Kondisi seperti ini membuat konsumsi BBM jenis premium melampaui jumlah kuota. Tercatat selama empat bulan pertama 2011, konsumsi BBM jenis ini mendekati 8 juta kiloliter, yakni tepatnya 7.884.000 Kl. Angka tersebut lebih tinggi 3,6% dari kuota selama 4 bulan pertama di 2011. Berdasarkan penyampaian BPH Migas, terjadinya kelebihan kuota tersebut adalah karena adanya pertumbuhan kendaraan, ditambah masih maraknya penyelundupan BBM Bersubsidi.
Menurut saya, kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM Non-subsidi kurang tepat. Dan tujuan awal pemerintah untuk mengurangi beban pengeluaran negara yang kian membengkak tidak tercapai. Faktanya, apabila harga pertamax kian melonjak, otomatis semakin banyak yang beralih ke premium. Subsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat kurang mampu kini juga dirasakan oleh orang-orang kaya. Ditambah lagi dengan penggunaan voucer gratis pertamina. Hal ini justru membuat pengeluaran pemerintah semakin membengkak. Belum lagi dengan masalah kelangkaan yang mungkin akan ditimbulkan dari penggunaan BBM bersubsidi jenis premium yang semakin memuncak.
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar