NAMA : SONNU
IZQI
NPM :
26210649
KELAS : 2EB17
Secara umum hukum adalah sekumpulan peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga
dapat dipaksakan pemberlakuannya, berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban
disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Dalam tradisi hukum di Eropa (civil law), hukum dibagi
menjadi dua yaitu hukum publik dan hukum privat atau yang lebih dikenal dengan
hukum perdata.
Hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia mengacu pada hukum perdata Belanda. Khususnya pada masa
penjajahan. Sedangkan hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis
yang pada saat itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika yang dipakai dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata terbagi dalam empat bagian buku, yaitu :
·
Buku I : Perihal Orang
·
Buku II : Perihal Benda
·
Buku III : Perihal
Perikatan
·
Buku IV : Perihal
Pembuktian dan Daluarsa
Namun
kali ini saya hanya akan membahas buku keempat. Yaitu mengenaiPembuktian dan
Daluarsa (VAN BEWIJS EN VERJARING). Buku
keempat ini berisikan peraturan tentang alat bukti dan kedudukan benda akibat
waktu lampau.
- Tentang pembuktian
pada umumnya
1865. Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak atau
menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu
hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan
itu.
1866. Alat pembuktian meliputi :
·
bukti tertulis
·
bukti saksi
·
persangkaan
·
pengakuan
·
sumpah
- Tentang pembuktian
dengan tulisan
·
1867. Pembuktian
dengan tulisan dilakukan
dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.
·
1868. Suatu akta
otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk
itu di tempat akta itu dibuat.
·
1869. Suatu akta
yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik,
baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan
maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di
bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.
·
1870. Bagi para
pihak yang berkepentingan beserta para ahli
warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta
otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di
dalamnya.
·
1871. Akan tetapi
suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang
sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali
bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta. Jika apa yang
termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya
dapat digunakan sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
·
1872. jika suatu
akta otentik dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka
pelaksanaannya dapat ditangguhkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara
Perdata.
·
1873. persetujuan
lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan
akta asli hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut serta dan para ahli
warisnya atau orang-orang yang turut serta dan
para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka dan tidak
dapat berlaku terhadap pihak ketiga.
·
1874. Yang
dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah adalah
akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah
tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang
pejabat umum.
- Tentang pembuktian
dengan saksi-saksi
·
1895. Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang
tidak dikecualikan oleh undang-undang.
·
1902. Dalam
hal undang-undang memerintahkan pembuktian dengan tulisan, diperkenankan
pembuktian dengan saksi, bila ada suatu bukti permulaan tertulis, kecuali jika
tiap pembuktian tidak diperkenankan selain dengan tulisan. Yang dinamakan bukti
permulaan tertulis ialah segala akta tertulis yang berasal dari orang yang
terhadapnya suatu tuntutan diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan
yang kiranya membenarkan adanya peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang
sebagai dasar tuntutan itu.
·
1905. Keterangan
seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh
dipercaya.
·
1907. Tiap
kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui
kesaksiannya.
- Tentang
persangkaan-persangkaan
·
1915, Persangkaan
ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim
ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang
tidak diketahui umum. Terdapat dua persangkaan yaitu persangkaan berdasarkan
undang-undang dan yang tidak berdasarkan undang-undang.
·
1922. Persangkaan
yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan
kewaspadaan Hakim, yang dalam hal ini tidak boleh memperhatikan
persangkaan-persangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya
boleh diperhatikan, bila undang-undang mengizinkan pembuktian dengan
saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu perbuatan atau suatu akta diajukan
suatu bantahan dengan alasan-alasan adanya itikad buruk atau penipuan.
- Tentang pengakuan
·
1923. Pengakuan
yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang diberikan dalam sidang
Pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang Pengadilan.
·
1924. Suatu
pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan sehingga merugikan orang yang
memberikannya.
·
1926. Suatu
pengakuan yang diberikan dihadapan Hakim tidak dapat dicabut kecuali bila
dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan mengenai
peristiwa-peristiwa yang terjadi.
- Tentang sumpah di muka
Hakim
·
1929. Ada dua macam sumpah dihadapan
hakim :
1.
sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus.
2.
sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan kepada salah
satu pihak.
·
1930. Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apa pun
juga, kecuali dalam hal kedua belah pihak tidak mengadakan suatu perdamaian
atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan.
0 komentar:
Posting Komentar